Minggu, 22 November 2015

Kegagalan Lintang

Aku mempunyai  hobi membaca buku, terutama novel. Saat membaca aku merasa dibawa ke dimensi lain dengan khayalan dan gambar-gambar cerita yang bermain dikepalaku. Novelis terbaik menurutku adalah  Andrea Hirata dengan novelnya yang begitu menginspirasi. Ia menulis empat seri dari karya novel tersebut Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor ,dan yang terkhir Maryamah Karpov. Andrea Hirata bisa menyampaikan cerita yang miris ini dengan alur yang sangat menarik,didalamnya terdapat kelucuan,kekonyolan namun dibalik kelucuan itu terselip pesan yang sangat mendalam. Diantara empat seri novel itu yang paling kusukai adalah seri pertama yaitu Laskar Pelangi walaupun tiga seri lainnya tidak kalah menarik.Dan tokoh yang paling kukagumi ialah Lintang.Aku merasa kagum melihatnya seorang yang bukan lagi cerdas namun jenius, ia ahli matematika pelajaran yang paling tidak kusuka. Lintang seorang yang miskin dan mempunyai 13 adik,ayahnya hanyalah seorang nelayan kumal dan kurus. Lintang sebagai anak sulung setiap pagi harus mengurus adik-adiknya dan berangkat ke sekolah sejauh 80 km. Kegigihannya dalam pergi kesekolah menggunakan sepeda reyot dan kebesaran tak membuatnya letih ataupun putus asa,demi masa depan adiknya ia harus belajar. Lintang seorang yang haus akan ilmu, aku menjadi terinpirasi untuk lebih giat setelah melihat tokoh ini. Lintang pandai berhitung, ia tak butuh kertas ia hanya perlu memejamkan mata dan berpikir lalu langsung menemukan jawabanya.Tentu saja,cita-citanya adalah untuk menjadi ahli matematika. Menurutku Lintang memang pantas dan cocok untuk pekerjaan itu ditambah kerja kerasnya selam ini dalam menempuh jarak yang jauh untuk sekolah,mengurus ketiga belas adiknya,setiap malam belajar dibawah redupnya lilin namun sangat kusayangkan kejeniusannya itu. Terkadang dunia memang tidak adil, semua yang kita inginkan,kita harapkan dan sudah kita usahakan tidak berjalan sesuai rencana namun tidak dengan Lintang,walaupun cita-citanya tidak tercapai ia tetap bekerja sebagai kuli untuk menghidupi adik-adiknya. Lintang memang sudah menerima nasib ini,Lintang hanya bisa bekerja demi kelanjutan hidup keluarganya sejak ayahnya meninggal Lintanglah yang harus bekerja dan menjadi tulang punggung keluarga. Dan aku yang berkecukupan masih saja malas belajar, aku menjadi lebih bersyukur, aku harus haus akan ilmu seperti tokoh Lintang. Tidak akan menyerah dalam keadaan apapun, aku harus menggapai cita-citaku.